Siaga Bencana di Museum Indonesia
\
Masalah siaga bencana di museum-museum Indonesia rasanya belum lama menjadi perhatian. Sepengetahuan saya baru di tahun 2000-an awal, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata menyelenggarakan satu seri diklat Manajemen Siaga Bencana untuk Benda Cagar Budaya, Museum, dan Situs. Seri itu terdiri atas diklat tingkat dasar dan diklat tingkat lanjut, diselenggarakan di Yogyakarta bekerja sama dengan Pusat Studi Bencana Alam Universitas Gadjah Mada. Kursus tingkat lanjut diselenggarakan tahun 2003, mungkin yang tingkat dasar diselenggarakan tahun sebelumnya.
Setelah itu, beberapa orang diikutkan pada kegiatan serupa yang diselenggarakan oleh Unesco dan Universitas Ritsumeikan di Kyoto, Jepang yang dimulai tahun 2006. Setidaknya terdapat tiga orang hingga sekarang yang telah mengikuti workshop tingkat internasional itu. Di Indonesia sendiri, dengan panduan pengalaman dari Kyoto tersebut perwakilan Unesco di Yogyakarta menyelenggarakan kursus untuk pegiat warisan budaya di Yogyakarta. Pengajar dari kegiatan di Kyoto juga diajak untuk memberikan materi.
Beberapa kegiatan kemudian dilakukan baik pada situs maupun museum. Sebagai contoh adalah workshop penyiapan Disaster Management Plan untuk kawasan Candi Borobudur dan Prambanan (yang di dalam kompleksnya juga terdapat museum situs). Workshop tingkat Asia Tenggara juga pernah dilakukan oleh kementerian dengan lokasi di Yogyakarta, tetapi cenderung kepada situs daripada museum.
Beberapa museum dan Dinas Kebudayaan juga memberikan materi tentang siaga bencana, misalnya pada pembekalan bagi edukator museum di DIY (tahun 2016) dan pada sosialisasi siaga bencana (bagi pegawai) di Museum Sonobudoyo (tahun 2021).
Dari sisi pengajaran, materi siaga bencana sempat menjadi salah satu bagian dari perkuliahan konservasi museum di Prodi Arkeologi UGM. Terdapat juga mahasiswa menulis skripsi tentang siaga bencana untuk museum, seperti untuk Museum Bank Indonesia yang dilakukan oleh Ageng Yudhanto tahun 2012.
Satu lagi skripsi yang meski tidak membahas langsung tindakan dalam kondisi bahaya di museum, namun memperlihatkan sisi dari disaster risk management. Skripsi tersebut adalah ditulis oleh Miranda Kenongo Wulan tahun 2011 berjudul “Perancangan Penambahan Displai tentang Informasi Benda Cagar Budaya sebagai Dampak Letusan Gunung Merapi di Museum Gunungapi Merapi”.
Dari sisi kajian, selain skripsi, juga terdapat laporan dari Ibu Pienke Kal, yang pernah menjadi salah satu kurator di Museum Tropen, Amsterdam. Tahun 2009 terbit laporan beliau berjudul “Disaster Preparedness in Jakarta Museums” yang (dahulu) dapat diakses di website ICOM (International Council of Museum).