Ketika ketemu Kutika
\
Seri Perpanjangan Pengalaman #2 “Semai Semarai”
Terdapat satu objek menarik di beberapa museum yang selalu mengundang pertanyaan yaitu papan kayu dengan torehan berupa geometrik kotak-kotak, titik, dan beberapa fitur lainnya. Di Museum Sonobudoyo objek ini disebut kalamudheng.
Di website Jogja Cagar milik Dinas Kebudayaan DIY terdaftar beberapa papan ini yang berasal dari Gunungkidul. Di Museum Sonobudoyo sendiri konon terdapat 11 papan ini, yang semua disebut kalamudheng itu tadi. Kalamudheng sendiri adalah salah satu perhitungan terkait waktu, atau petung, dalam budaya Jawa.
Papan serupa juga dipamerkan di Semai Senarai, Bantul Museum Expo 2024. Papan yang dipinjam dari Museum Wayang Beber Sekartaji ini disebut sangatan. Mencari di Internet, saya berhenti pada nama papan ketikaaq yang dimiliki oleh Museum Etnografi Sendawar. Objek tersebut berasal dari Suku Bangsa Dayak Benuaq dan Tunjung di Kalimantan Timur. Pada media sosial yang memuat objek tersebut termuat komentar dari warganet yang menyatakan bahwa di Passer (Kalimantan Timur juga), objek tersebut disebut “ketika waktu”.
Objek yang serupa di Bali disebut tika, dan pada suku bangsa di Sulawesi (seperti Tolaki, Bugis, Makasar) disebut kutika. Saya tertarik untuk menghubungkan istilah ini dengan kata “ketika” dalam bahasa Indonesia, yang berarti “saat” atau waktu bersamaan.
Mengingat jumlahnya yang terlihat cukup banyak, mungkin dahulu objek ini digunakan oleh orang-orang kebanyakan, mungkin para petani yang menentukan waktu untuk berbudidaya.
Sekarang objek ini menjadi misteri. Di beberapa katalog pameran tidak dijelaskan cara menggunakannya. Tidak banyak orang yang tahu cara membaca coretan-coretan pada objek ini. Di Gunungkidul konon masih terdapat satu orang yang menggunakan atau mampu membacanya.