Mentaok
\
Salah seorang peserta salah satu pelatihan minggu lalu bertanya apakah Alas Mentaok itu diberi nama karena ada pohon mentaoknya? Alas Mentaok secara harafiah berarti Hutan Pohon Mentaok.
Saya pikir begitu. Banyak contoh penamaan suatu tempat atau toponim, yang mengambil nama pohon atau tanaman tertentu. Mungkin dahulu tanaman tersebut menjadi landmark, penanda lahan, di tempat yang dimaksud.
Untuk nama hutan, contohnya adalah Alas Karet, alias Alaska, yang terletak di antara Semarang dan Kendal. Hutan yang mulai berkurang luasannya tersebut dihuni oleh tanaman karet, meski sepertinya lebih tepat disebut sebagai perkebunan dari pada hutan. Penyebutan alas jati saya kira cukup umum meski mungkin belum menjadi toponim.
Di Kota Yogyakarta juga banyak terdapat toponim berasal dari nama tumbuhan. Nama-nama tersebut misalnya adalah Gayam, Timoho, Melati Wetan, Ngasem, Pakel, Peleman, Gading, Keben, Pabringan (nanti menjadi nama pasar Beringharjo), Gambiran, Lempuyangan, Glagahsari, Nogosari, Karangwaru, Sentul, serta Sawojajar.
Di Gunungkidul, konon lebih dari sepertiga nama dusun menggunakan nama tetumbuhan.1
Di blog ini saya beberapa kali menulis tentang nama-nama tumbuhan yang digunakan sebagai toponim, antara lain adalah lo, poh, gondang, dan maja.
***
Mentaok, yang ditanyakan tadi, adalah nama hutan atau alas yang dibabat oleh Ki Juru Pemanahan, ayah dari Panembahan Senopati yang nanti mendirikan kerajaan Mataram. Beberapa bahasan menyatakan bahwa alas ini membentang di sebelah timur kota Yogyakarta sekarang, mulai dari Kalasan hingga Kotagede. Pembukaan suatu hutan disebut babad, sehingga catatan sejarah tentang suatu tempat dalam bahasa Jawa disebut sebagai babad.
Hutan tersebut mestinya mengandung pohon mentaok dengan jumlah yang cukup dominan. Pohon mentaok, Wrightia javanica, disebut sebagai pohon kecil. Tahun 2018 terdapat tugas akhir dari UGM yang menginventarisir adanya tujuh pohon mentaok di Kelurahan Purbayan, Kotaged, Yogyakarta. Mungkin pohon-pohon tersebut bukan sisa dari alas yang dahulu terdapat di kawasan ini sebelum abad ke-16, karena pohon jenis ini sampai sekarang masih dikembangbiakkan.
Catatan Kaki
- “548 dari 1.431 Dusun di Gunungkidul Pakai Nama Pohon, Bambu Terbanyak Digunakan”. Kumparan.com, 1 November 2022. [↩]