Peran Museum dalam Mendukung Keistimewaan DIY

\
Disiapkan untuk acara bincang-bincang “Kawruh” di Programa 4 RRI Yogyakarta, 22 Mei 2025. Beberapa bagian dikembangkan setelah acara. Untuk itu disampaikan terima kasih kepada Prof. Suratman, Mbak Titik (RRI), dan para pendengar yang melakukan diskusi.
Keistimewaan Yogyakarta tercermin antara lain dari kekayaan budaya yang hidup dan lestari di tengah masyarakat. Dalam upaya menjaga keistimewaan ini, berbagai lembaga budaya termasuk museum memiliki tanggung jawab penting. Museum-museum di Yogyakarta tidak hanya hadir sebagai tempat penyimpanan benda-benda sejarah, tetapi juga menjadi penjaga dan pengembang nilai-nilai budaya lokal.
Di Yogyakarta terdapat tidak kurang dari 50 museum, yang sebagian besar telah menjadi anggota dari Badan Musyawarah Musea (Barahmus) DIY. Jika dilihat dari jenisnya, maka terdapat museum umum (Museum Negeri Sonobudoyo) dan museum-museum khusus, yang umumnya adalah museum bertema sejarah (a.l. Museum UGM, Museum Pendidikan Indonesia UNY, Museum TNI AD “Dharma Wiratama”), kesenian (a.l. Museum Lukis Affandi, Museum Taman Tino Sidin), kebudayaan (a.l. Museum Batik Yogyakarta, Museum Mainan Kolong Tangga), serta sains dan sejarah alam (a.l. Taman Pintar, Museum Gumuk Pasir). Dari kepemilikan, terdapat museum pemerintah (Museum Benteng Vredeburg, Museum Sandi) dan pemerintah daerah (Museum Pleret, Museum Gunungapi Merapi), museum perguruan tinggi (Museum Geoteknologi Mineral UPN Veteran), museum tentara (Museum Monumen Diponegoro “Sasana Wiratama”, Museum TNI AU “Dirgantara Mandala”), serta museum organisasi (Museum Muhammadiyah, Museum Monumen Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia), museum swasta (Museum Ullen Sentalu, Museum Wayang Beber Sekartaji). Keberadaan museum-museum ini menjadi salah satu modal untuk menguatkan keistimewaan Yogyakarta.
Peran sosial museum
Secara kelembagaan, museum memiliki dasar hukum dan mandat formal untuk menjalankan fungsi pelestarian (dan pengembangan) budaya. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan juga selaras dengan definisi serta prinsip-prinsip yang digariskan oleh International Council of Museums (ICOM). Secara ringkas dapat dijelaskan bahwa museum bertanggung jawab untuk mengumpulkan, merawat, meneliti, dan memamerkan warisan budaya bagi kepentingan akademik, edukasi, dan rekreatif.
Di Yogyakarta, tugas dan fungsi museum ini sejalan dengan amanat Keistimewaan DIY sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2012. Legislasi ini menempatkan kebudayaan sebagai salah kewenangan yang dimiliki DIY di samping tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur; kelembagaan Pemerintah Daerah DIY; Pertanahan; serta Tata Ruang.
Museum-museum di Yogyakarta menjalankan tanggung jawab ini dalam berbagai kegiatan museum. Lembaga ini menyimpan artefak budaya yang tidak saja menarik dari sisi bentuk dan fungsi, tetapi juga mengandung makna yang mencerminkan nilai-nilai seperti harmoni, spiritualitas, dan tata krama. Beberapa museum masih bersifat “living” dalam arti tetap menjalankan berbagai kegiatan yang memang tidak terbekukan. Berbagi praktik budaya dilakukan misalnya di Kraton dan Puro Pakualaman, juga di wilayah Kotagede yang bersifat ekomuseum. Lingkungan kedua istana, juga masyarakat di kampung-kampung, masih menyelenggarakan berbagai praktik budaya yang telah berlangsung selama berabad di wilayah Yogyakarta.
Dalam praktik ini, museum menjadi ruang hidup yang menyatukan fungsi pelestarian dan pengembangan nilai budaya secara langsung, menjadikannya bagian dari sistem sosial masyarakat, bukan sekadar tontonan tentang masa lalu. Berbagai museum juga menunjukkan bahwa nilai lokal dapat dikembangkan dan dikontekstualisasikan dalam menjawab tantangan zaman. Pelatihan keterampilan membatik yang dilakukan di beberapa museum, diskusi dan penyampaian narasi tentang peran perempuan dalam budaya lokal misalnya, tidak hanya memperkenalkan kearifan lama, tetapi juga menghubungkannya dengan isu-isu kekinian seperti pemberdayaan, pelestarian lingkungan, dan kreativitas lokal. Dalam hal ini, museum menjadi tempat transformasi nilai yang relevan dan adaptif.
Selain itu, museum memiliki tanggung jawab sosial untuk memperkuat identitas komunitas lokal. Dengan menjadi ruang edukasi publik, museum mengajak masyarakat—terutama generasi muda—untuk mengenal dan mencintai warisan budayanya. Nilai-nilai seperti gotong royong, rukun, kesederhanaan, dan penghormatan terhadap leluhur diajarkan tidak hanya melalui teks, tetapi melalui pengalaman langsung, seperti lokakarya budaya, pameran interaktif, hingga pertunjukan seni yang diselenggarakan secara berkala. Pameran dan lokakarya dengan tema lokal, seperti batik, dapat dilihat sebagai pengejawantahan tanggung jawab sosial ini.
Di tengah gempuran budaya global, museum hadir sebagai ruang yang meneguhkan jati diri. Museum tidak hanya menyimpan masa lalu, tetapi menghidupkan dan merumuskan kembali nilai-nilai lokal agar tetap relevan dengan dinamika masyarakat. Peran ini sangat penting bagi Yogyakarta, karena keistimewaan daerah ini tidak hanya ditentukan oleh struktur politiknya, tetapi terutama oleh kekuatan dan kelestarian budaya masyarakatnya. Dengan kata lain, pelestarian dan pengembangan nilai-nilai lokal melalui museum akan berdampak langsung pada penguatan Keistimewaan Yogyakarta secara utuh dan berkelanjutan.
Penguatan
Tentu tidak hanya berhenti sampai pernyataan bahwa museum berpotensi untuk menguatkan keistimewaan Yogyakarta. Beberapa kegiatan museum memang telah menuju kepada hal tersebut sebagaimana telah disebut di atas. Hal-hal baik yang telah dilakukan oleh museum tersebut perlu dipertahankan dan dikembangkan, dan lebih penting lagi adalah diimplementasikan untuk mendukung Keistimewaan Yogyakarta.
Dari sisi tema, meski secara umum museum sebagai institusi kebudayaan akan otomatis diperhitungkan dalam kerangka keistimewaan, namun museum juga dapat merambah ke empat bidang lain misalnya dengan menyediakan rekaman sejarah yang terkait.
Untuk itu, museum harus dikuatkan. Terkait dengan keistimewaan, museum mestinya dapat menyediakan koleksi dan narasi yang relevan. Oleh karena itu, kuratorial perlu diperkuat pada masing-masing museum sehingga dapat melakukan pengumpulan objek dan melakukan riset untuk mendapatkan narasi-narasi penting di balik objek yang dimiliki museum. Konservasi tentunya menjadi bagian dari kegiatan ini, karena akan sia-sia jika pekerjaan pengumpulan tidak dibarengi dengan perawatan.
Museum juga harus mengadopsi teknik-teknik baru dalam pemameran objek, termasuk menggunakan teknologi yang dapat memperkuat narasi, atau membantu menyampaikan kepada publik dengan lebih mudah. Hal ini karena selera dan kebiasaan publik juga berubah atau berkembang. Penggunaan teknologi juga akan menjangkau publik baru yang selama ini tidak terekspos dengan museum. Termasuk dalam hal ini adalah penggunaan platform digital sehingga museum dapat dinikmati juga secara daring, yang berarti dapat menjangkau lebih banyak publik dalam waktu yang tidak terbatas.
Pemanfaatan museum untuk kegiatan edukasi juga perlu diperkuat, seperti dalam kerja sama dengan sekolah dan komunitas. Program-program yang sesuai perlu dikembangkan, termasuk dengan menyesuaikan kepada kurikulum pendidikan formal.
Untuk itu semua, perlu juga penguatan manajerial museum. Pengelolaan museum terlihat menjadi salah satu titik lemah umumnya museum sehingga perbaikan pada hal ini seharusnya menjadi prioritas.
Peran Asosiasi
Perkumpulan museum seperti Barahmus DIY dapat mengambil peran dengan meningkatkan kapasitas museum dan terutama SDM-nya, sehingga dapat menjalankan berbagai mandat museum dengan baik. Pelatihan-pelatihan dapat dilakukan dengan perencanaan dan monitor yang baik, terutama dalam urusan teknis (seperti kuratorial, konservasi, edukasi, dan pameran) serta manajerial atau pengelolaan museum. Barahmus DIY juga dapat mendorong tata kelola yang baik pada museum anggotanya, antara lain dengan memberikan dukungan dalam standardisasi museum yang diselenggarakan oleh Kementerian Kebudayaan.
Peran yang lain adalah dengan mendorong tumbuhnya ekosistem yang mendukung pengembangan museum sehingga dapat menjadi “penyangga” keistimewaan. Perkumpulan dapat menjembatani hubungan antarmuseum untuk melakukan tindakan bersama yang menguntungkan, juga menjembatani hubungan museum dengan pihak-pihak di luar museum, seperti pemerintah dan swasta.
Tidak kalah penting adalah perkumpulan dapat “mendidik” masyarakat agar juga memiliki kencenderungan untuk berhubungan dengan museum, merawat dan memanfaatkan museum. Dengan demikian akan tercipta hubungan timbal balik yang akan mendukung perkembangan museum dan meneguhkan perannya dalam Keistimewaan DIY. [z]