Museum dan Anak-Anak
Hubungan antara museum dan anak-anak mungkin dapat dilihat dari anekdot yang diceritakan dosen saya dahulu berikut ini. Seseorang biasanya hanya dua kali mengunjungi museum seumur hidupnya. Pertama adalah ketika masih anak-anak diajak orang tuanya, dan kedua adalah ketika menjadi orang tua mengajak anaknya.
Tentang atau Untuk
Hubungan antara museum dan anak-anak dapat dirumuskan dalam istilah ‘museum anak’. Istilah ini dapat berarti dua hal: ‘museum tentang anak-anak’ juga ‘museum untuk anak-anak’.1
Museum tentang anak-anak atau tentang masa kanak-kanak berarti anak menjadi objek. Koleksi, pameran, dan aktivitas lain dari museum berkait dengan masa kanak-kanak. Mungkin museum akan dipamerkan berbagai hal yang terkait dengan anak-anak, sejak masa lahir hingga menjelang dewasa. Topik yang dipamerkan dapat meliputi psikologi, pendidikan, kesehatan anak-anak, dan sebagainya. Museum tentang mainan anak dapat menjadi tema yang diangkat dan target pengunjung yang dipilih bukanlah anak-anak, melainkan untuk umum.
Karena target pengunjung museum adalah umum, maka tidak banyak kekhususan yang diberikan untuk anak-anak. Berbagai unsur pendukung dalam pameran seperti teks pada label dan vitrin ditujukan kepada pengunjung umum, yaitu orang dewasa. Aksesibilitas fisik, intelektual, sosial, dan emosional diprioritaskan kepada pengunjung umum. Tulisan yang kecil, formal, letak tinggi dan sebagainya, menjadi bagian dari pameran untuk umum.
Museum untuk anak-anak berarti anak-anak menjadi target pengunjung. Oleh karena itu, aksesibilitas diutamakan untuk anak-anak. Teks dengan tulisan besar dan konten sederhana menjadi salah satu syarat. Pameran sendiri tidak mesti berkait dengan anak-anak (misalnya mainan), tetapi menyampaikan sesuatu atau memberikan pengalaman untuk sasaran pengunjung anak-anak.
Museum ini dapat menampilkan hal yang rumit tetapi dalam ‘bahasa’ anak-anak. Aksesibilitas fisik, intelektual, sosial, dan emosional ditujukan untuk anak-anak. Penggunaan warna yang disukai anak-anak, pemilihan jenis font untuk label, kandungan informasi, dan sebagainya, dipilih sedemikian rupa agar dapat menjangkau anak-anak.
Fokus pada Kelompok Sasaran
Museum akan dapat lebih fokus dalam pameran jika menentukan siapa target group (kelompok sasaran) mereka. Anak-anak atau orang dewasa. Masing-masing target group memiliki pendekatan yang berbeda dalam pameran terutama dalam hal aksesibilitas, baik dalam hal fisik (tidak ada hambatan fisik), intelektual (dapat dicerna oleh anak-anak), emosional, dan sosial.
Setidaknya harus disadari bahwa pengunjung museum bercampur baur dari berbagai usia atau kelompok sosial. Museum mungkin memfokuskan pada satu target tanpa melupakan target yang lain.
Memfasilitasi Anak di Museum
Sementara itu, mencampur pengunjung anak-anak dan orang dewasa memang sulit dihindari bagi museum yang terbuka bagi siapa saja tanpa batas. Beberapa museum mencoba ‘berdamai’ dengan hal ini. Tropenmuseum di Amsterdam, misalnya, memberikan sudut anak-anak di beberapa tempat di ruang pamer utama, terkait dengan sub-tema pameran di tempat tersebut. Sudut tersebut berupa lemari kecil dengan beberapa benda edukasi yang dapat disentuh dan dipermainkan.
Tropenmuseum juga memiliki semacam museum (untuk) anak-anak. Bagian tersebut disebut Tropenmuseum Junior, dengan akses yang terhubung dengan ruang-ruang pamer yang lain. Orang dewasa sama sekali dilarang untuk masuk ke ruang tersebut kecuali para pembimbing dari museum. Aktivitas anak pada bagian tersebut lebih bersifat belajar tema tertentu2 daripada nonton pameran. Para petugas dari Tropenmuseum Junior mendampingi kelompok-kelompok anak yang mengakses fasilitas TMJ.
Hal serupa juga dimiliki oleh Museum Sejarah Alam di Winthertur, Swiss. Terhubung dengan ruang pameran utama, terdapat satu ruang kecil untuk anak-anak. Mereka dapat masuk ke tempat tersebut, bermain sendiri atau dipandu oleh para petugas edukasi. Di tempat tersebut pengenalan terhadap alam dilakukan dengan bermain-main.
Sudut pandang Anak
Memfasilitasi anak-anak juga dapat berarti mewadahi suara dan sudut pandang mereka. Jika kita mengikuti gagasan-gagasan tentang museum inklusif, kehadiran (representasi) anak-anak harus ada karena museum/pameran tersebut berkaitan dengan dunia mereka. Berbagai cara dapat ditempuh untuk ‘menghadirkan’ anak-anak ini, misalnya dengan bersama-sama menyusun pameran, atau berkonsultasi kepada mereka.
Secara ringkas dapat dirumuskan bahwa museum dapat memilih cara dalam berkomunikasi dengan anak-anak. Museum dapat menyediakan pendamping khusus yang akan memandu atau memberikan edukasi kepada anak-anak pada pameran yang tidak ditujukan khusus kepada mereka, museum dapat memberikan objek-objek pendamping yang sesuai untuk anak-anak di dekat objek utama, atau museum menyediakan sudut atau ruang khusus untuk anak-anak. [z]
Catatan Kaki