Museum untuk Pendidikan dan Penelitian
\
Ditulis ulang dari materi yang sampaikan sebagai pengantar diskusi merayakan Hari Museum Internasional yang diselenggarakan oleh Barahmus DIY di Kafe Museum MKPWI, 18 Mei 2024. Pada acara yang tercatat pada peta even IMD 2024 Icom ini hadir sebagai narasumber adalah Prof. Ir. Wiendu Nuryanti, M.Arch. (Museum MKPWI), Setyo Budi Prabowo, S.St. (Museum Sandi), dan Wina Sulistyo Nur Anggraheni, S.Ark. (Museum UGM).
Hari Museum Internasional (International Museum Day, IMD) dirayakan setiap tanggal 18 Mei, diinisiasi dan dikelola oleh International Council of Museums (Icom) ini. Tema IMD tahun 2024 ini adalah “Museum for Education and Research”.1
Museum ternyata harus melakukan edukasi dan riset. Hal ini mungkin mengagetkan banyak museum, karena dari sekian ratus museum yang ada di Indonesia, banyak di antaranya yang tidak memiliki daya untuk melakukan edukasi dan riset sesuai dengan yang digariskan dalam peraturan dan teori-teori tentang praktik museologi.
Masalah edukasi dan riset ini sebenarnya telah disinggung juga dalam PP 66 tahun 2015 tentang Museum. Pasal 2 peraturan tersebut menyebut bahwa museum memiliki tugas pengkajian, pendidikan, dan kesenangan.
Terlihat bahwa museum dibebani tiga hal yang disebut tugas museum tersebut. Jika kita bandingkan dengan misalnya pendapat Peter van Mensch dan istrinya, Leontine Meijer,2 tugas museum juga berjumlah tiga, tetapi bentuknya adalah konservasi, komunikasi, dan riset.
Dalam hal ini, termasuk dalam komunikasi adalah edukasi (dan pameran).
Mengambil dua aspek untuk tema Hari Museum Internasional kali ini, berarti Icom memandang serius pendidikan dan riset, dua pertiga tugas museum. Jika kita pelajari museologi, maka tampak bahwa tanpa memiliki riset yang cukup, museum sebenarnya sulit untuk melakukan edukasi yang memadai untuk disajikan kepada publik.
***
Banyak di antara kita pengelola museum hanya diwariskan satu ruang pamer oleh pendiri museum dahulu. Tidak ada fasilitas lain, yang dapat digunakan untuk mengembangkan kegiatan. Bahkan, kadang tempat duduk para petugas saja tidak ada, apalagi laboratorium konservasi, storage penyimpanan, atau kelas untuk kegiatan edukasi.
Oleh karena itu, museum kadang hanya dapat melaksanakan kegiatan penerimaan kunjungan. Itu pun sering harus melakukan perjanjian karena museum tidak buka secara rutin akibat ketiadaan sumber daya untuk melayani publik setiap hari.
Jika untuk pengembangan kegiatan edukasi saja sering kesulitan, apa lagi dalam hal riset atau penelitian. Dampaknya antara lain adalah bahwa objek yang dimiliki sebagai tidak berkembang jumlah dan jenisnya, juga narasi atas objek tersebut yang minim dan juga tidak pernah berubah.
***
Pemerintah telah berusaha untuk meningkatkan kualitas museum. PP Museum menggariskan adanya standardisasi yang mengharuskan museum untuk melakukan kegiatan antara lain edukasi dan riset ini. Kajian atau pengkajian disebut dalam kaitan dengan tugas kurator, sementara edukasi terkait dengan tugas edukator.
Museum kemudian berusaha memenuhi hal tersebut terutama jika akan mengikuti standardisasi, semacam akreditasi, sehingga nanti mendapat klasifikasi berdasar nilai “standar”.3
Namun, masalahnya, bagaimana jika museum tidak mampu melakukan hal-hal tersebut? Mungkin karena termasuk ke dalam museum “kecil”, atau pendiriannya sudah sangat lama sehingga tidak dapat mengikuti perkembangan. Langkah pengelolaan seperti apa yang sesuai untuk museum-museum ini? [z]
Baca juga
- Kesiapan Museum sebagai Wahana Pendidikan Karakter
- Menguatkan Peran Museum dalam Dunia Pendidikan
- Museum sebagai Sumber Belajar
- Museum dan Riset Antropologi
Catatan Kaki